Pemanfaatan Siaran TVE di SMP Al Muslim




Pemanfaatan TVE dalam Pembelajaran

Oleh: Rr. Martiningsih, M.Pd.

Guru Lembaga Pendidikan Al Muslim Sidoarjo

Abstrak

Sebagai media, televisi memiliki empat fungsi, yakni fungsi komersial, alat hiburan, penyampai informasi, dan edukasi. Fungsi yang terakhir, yakni edukasi, kerap terabaikan. Sebagai penyeimbang membeludaknya acara hiburan, kini televisi edukasi menjadi penting. Siaran TVE diharapkan dapat meningkatkan kualitas pembelajaran. Salah satu faktor penyebab rendahnya kualitas pembelajaran adalah belum dimanfaatkannya berbagai sumber belajar secara maksimal, baik oleh guru maupun peserta didik. Dengan dimanfaatkannya berbagai sumber belajar, siswa termotivasi untuk berpikir logis dan sistematik sehingga memiliki pola pikir yang nyata dan semakin mudah memahami hubungan materi pelajaran dengan alam sekitar serta kegunaaan belajar dalam kehidupan sehari–hari. Atas dasar pemikiran inilah, penulis ingin memaparkan pemanfaatan Televisi Edukasi (TVE) dalam pembelajaran.

Kata kunci: Pemanfaatan Siaran TVE, Belajar, Pembelajaran Prestasi Belajar.

A. Pendahuluan

Sebagai media, televisi memiliki empat fungsi, yakni fungsi komersial, alat hiburan, penyampai informasi, dan edukasi. Sayangnya, fungsi yang terakhir, yakni edukasi, kerap terabaikan. Sebagai penyeimbang membeludaknya acara hiburan, kini televisi edukasi menjadi penting. Mengacu pada pandangan bahwa anak-anak lebih mudah meniru serta melakukan segala hal yang mereka lihat ketimbang segala hal yang mereka dengar, maka efek positif televisi bagi perkembangan intelektual anak bisa dioptimalkan. Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas) melalui Pusat Teknologi Informasi dan Komunikasi Pendidikan (Pustekkom) telah mencanangkan dimulainya siaran Televisi Edukasi (TVE) pada tahun 2003. Harapannya tentu saja televisi edukasi bisa menambah wawasan dan kepintaran.

Efek tayangan televisi pada anak-anak memang luar biasa. Contoh paling jelas adalah berjatuhannya korban-korban "Smack Down", gara-gara memasyarakatnya aksi kekerasan via televisi. Sisis positifnya, anak-anak sekarang lebih cepat menyerap dan memahami berbagai istilah ilmiah populer dibanding masa lalu. Mereka juga, cenderung memiliki wawasan dan pengetahuan yang lebih luas. Jujur saja, dalam hal ini, televisi punya andil.

Nilai-nilai yang ditampilkan oleh tontonan mereka, seperti materialisme, kekerasan, mistik seperti pada cerita-cerita misteri akan mewarnai benak anak-anak. Oleh karena itu, kita hendaknya mengatur kegiatan menonton televisi, memilihkan program-program televisi yang cocok dengan pertumbuhan anak dan baik untuk mendapatkan manfaat dari media televisi, meminimalkan dampak negatif media itu terhadap anak mereka.

Anak-anak sedang dalam proses sosialisasi nilai-nilai dan pembelajaran untuk menjadi manusia dewasa. Karena usianya, anak-anak sangat dipengaruhi lingkungannya, termasuk apa yang mereka tonton di televisi. Para penyelenggara siaran televisi perlu menyadari apakah yang mereka sajikan memiliki dampak besar pada pembentukan watak dan nilai-nilai anak-anak.

Salah satu faktor yang menyebabkan rendahnya kualitas pembelajaran adalah belum dimanfaatkannya berbagai sumber belajar secara maksimal, baik oleh guru maupun peserta didik, misalnya tayangan TVE (Televisi Edukasi). Seluruh SMP Negeri maupun Swasta telah mendapatkan bantuan dari pemerintah berupa 2 buah televisi 29 inch. Tetapi jarang yang memanfaatkan televisi tersebut untuk menonton TVE, dengan alasan tidak ada petunjuk, tidak ada pemberitahuan, dan sejenisnya. Pada kenyataannya, guru jarang sekali menyelenggarakan kegiatan pembelajaran dengan memanfaatkan televisi sumber belajar walaupun mereka memahami bahwa walaupun strategi pembelajaran yang demikian ini sangat menunjang atau membantu tingkat penguasaan peserta didik terhadap materi pelajaran. Mengapa terjadi keadaan yang demikian ini? Apabila guru ditanya mengenai hal ini, maka kemungkinan akan banyak alasan pembenaran yang diajukan.

Pembelajaran dengan mempergunakan TVE penting dilakukan, karena dengan mempergunakan tayangan TVE dalam pembelajaran, maka guru dapat terbantu untuk menyampaikan hal-hal yang tidak bisa dibawa guru di kelas karena obyek pembelajaran terlalu kecil (misal: sel, atom, unsur, jaringan, dll), obyek pembelajaran terlalu besar (misal: gunung, samudra, pesawat udara, dll), kendala geografis (misal: hutan, jurang, pulau terpencil, dll), berbahaya (misal: bencana alam, ledakan nuklir, dll), informasi dan pengetahuan baru yang sebelumnya tidak pernah didapat guru semasa sekolah ataupun kuliah (misal:semangka berbentuk kubus atau balok).

Melalui tayangan siaran televisi seperti tersebut di atas, siswa pada umumnya memperoleh manfaat yaitu semakin luasnya khasanah pengetahuan atau wawasan; sedangkan peserta didik pada khususnya memperoleh tambahan pengetahuan di luar yang diperoleh dari gurunya. Mengingat besarnya potensi siaran televisi yang dapat dimanfaatkan untuk kepentingan pembelajaran, maka seyogianya para guru dapat menjadikannya sebagai salah satu sumber belajar dan memanfaatkannya dalam kegiatan belajar-mengajar (KBM).

B. Belajar, Pembelajaran, dan Sumber Belajar

Istilah belajar sudah terlalu sering kita dengarkan. Tidak hanya diucapkan atau digunakan di lingkungan pendidikan saja tetapi juga di lingkungan keluarga dan masyarakat. Bahkan di lingkungan keluarga, para orangtua sering dan tentunya juga tidak henti-hentinya mendorong anak-anaknya untuk selalu teratur belajar, baik di sekolah, di rumah, atau di tempat lain. Yang jelas, para orangtua selalu menekankan kepada anak-anaknya untuk selalu memanfaatkan waktu yang ada untuk belajar. Selain itu, para orangtua juga repot mencari tempat belajar tambahan agar anak-anaknya dapat lebih berhasil dalam kegiatan belajarnya.

Kita juga mengenal berbagai ungkapan yang mengatakan bahwa belajar dapat terjadi di mana saja. Belajar tidak mengenal batasan usia. Belajar juga tidak terbatas hanya bagi mereka yang masih berusia sekolah. Belajar juga terjadi bagi mereka yang telah bekerja dan bahkan yang sudah pensiun sekalipun. Belajar tidak hanya terbatas dari guru. Belajar dapat dari siapa saja. Belajar juga dapat melalui berbagai jenis media. Akhirnya, ada ungkapan sebagai penutup bahwa kegiatan belajar berlangsung sepanjang hayat.

Bila diamati dalam kehidupan sehari-hari, lebih khusus di lingkungan keluarga misalnya, berbagai kegiatan belajar dapat terjadi. Seorang ibu yang membimbing anaknya untuk dapat (a) tegak berdiri dan bahkan berjalan (dalam hal ini, anak yang belajar berdiri atau berjalan), (b) makan sendiri tanpa harus disuapin oleh ibu atau orang lain, (c) berbicara, (d) mandi sendiri, (e) berpakaian sendiri, (f) menghitung-membaca-menulis, dan masih banyak bidang lainnya.

Belajar menurut definisi yang paling sederhana adalah proses yang dilakukan seseorang untuk mengubah keadaannya dari tidak tahu menjadi tahu. Selain definisi diatas masih banyak lagi definisi lain mengenai belajar, tetapi biarlah kita gunakan definisi diatas untuk sebagai landasan pembahasan ini. Dari definisi itu dapat diambil kesimpulan bahwa dalam proses belajar, terdapat pelaku dan ada sesuatu yang dipelajari atau yang akan diketahui (Dwiyanto, Arif Rifai. 2000).

Belajar merupakan proses berkesinambungan yang berlangsung seumur hidup. Menurut Callahan dan Clark (1983: 198) yang dikutip oleh Jacob Anaktototy (2001:2) bahwa, walaupun belajar berlangsung seumur hidup, namun disadari bahwa tidak semua belajar dilakukan secara sadar. Belajar juga diartikan sebagai perolehan perubahan tingkah laku yang relatif parmanen dalam diri seseorang mengenai pengetahuan atau tingkah laku karena adanya pengalaman.

Pendapat tersebut di atas senada dengan pendapat Bower dan Ernes (1981: 11) yang dikutip oleh Anaktototy (2001:2) yang mengatakan bahwa belajar diartikan sebagai perubahan tingkah laku yang relatif parmanen dan tidak disebabkan oleh adanya kedewasaan. Belajar dapat terjadi dengan sengaja maupun tidak sengaja. Artinya aktivitas yang disengaja adalah suatu kegiatan yang direncanakan dan mempunyai tujuan, yaitu untuk memperoleh satu pengalaman baru. Aktivitas belajar yang tidak sengaja merupakan suatu interaksi individu dengan lingkungan secara kebetulan dan melalui interaksi yang terjadi, individu mendapat pengalaman baru. Pendapat Romiszowski (1981:241) yang dikutip oleh Anaktototy (2001:2) menyatakan bahwa hasil belajar merupakan tingkah laku yang dapat diukur dengan tes tentang bidang yang dipelajari.

Pembelajaran adalah proses yang kita lakukan untuk mengubah ketidakmampuan masa lalu menjadi bentuk kemampuan baru. Kemampuan di sini bisa berbentuk kuantitas atau kualitas dari kebiasaan, orang yang kita ajak bergaul dan paradigma dalam arti apa yang kita lakukan untuk mengabadikan warisan lama yang masih bagus dan apa yang kita lakukan untuk mengadopsi hal baru yang lebih bagus (Ubaydillah. 2004).

Mulyasa berpendapat bahwa sumber belajar secara sederhana dapat dirumuskan sebagai segala sesuatu yang dapat memberikan kemudahan kepada peserta didik dalam memperoleh sejumlah informasi, pengetahuan, pengalaman, dan ketrampilan dalam proses belajar-mengajar (Mulyasa, 2005).

Pengertian sumber belajar adalah segala sesuatu dari dan dengan mana seseorang mempelajari sesuatu (Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1983). Dalam proses belajar, komponen sumber belajar ini mungkin dimanfaatkan secara tunggal atau secara kombinasi, baik sumber belajar yang direncanakan maupun sumber belajar yang dimanfaatkan. Sumber belajar untuk pelajaran matematika adalah segala sesuatu, baik yang berwujud benda maupun orang yang dapat menunjang keinginan untuk belajar . Karena itu, dapatlah dikatakan bahwa sumber belajar mencakup semua sumber yang mungkin dapat digunakan oleh pembelajar sehingga terjadi perilaku belajar.

Menurut AECT, sumber belajar adalah semua hal (data, orang dan barang) yang dapat dipergunakan pebelajar, baik secara terpisah maupun dalam bentuk gabungan, biasanya dalam situasi informal untuk memberikan fasilitas belajar. Sumber belajar itu meliputi pesan, orang , alat, teknik dan latar (AECT, 1986).

Ditinjau dari asal usulnya, sumber belajar menurut AECT dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu:

a. Sumber belajar yang dirancang (learning resources by design)

Sumber belajar yang dirancang adalah sumber belajar yang memang disengaja direncanakan, dirancang, dan dibuat untuk mencapai tujuan pembelajaran tertentu. Sumber belajar semacam ini sering disebut bahan pembelajaran. Contoh: buku pelajaran, modul, program slide, program audio, transparansi, dan sebagainya.

b. Sumber belajar yang dimanfaatkan (learning resources by utilization)

Sumber belajar yang tidak secara khusus dirancang untuk keperluan pembelajaran tetapi sudah tersedia di pasaran dan yang berkepentingan atau guru tinggal mengidentifikasi, memilih, dan memanfaatkannya bagi keperluan pembelajaran (learning resources by utilization). Contoh: pejabat pemerintah, tenaga ahli, pemuka agama, olahragawan, kebun binantang, museum, sawah, terminal, surat kabar, dan sebagainya (Maolani, 2007).

Sumber belajar mencakup (1) semua sumber (baik berupa data, orang, atau benda) yang dapat diguakan untuk memberi fasilitas (kemudahan) belajar bagi peserta didik. (2) lingkungan yang dapat dimanfaatkan oleh sekolah sebagai sumber pengetahuan, dapat berupa manusia atau bukan manusia (Maolani, 2007).

C. Pola pemanfaatan Siaran TVE

Ada 3 pola atau cara pemanfaatan program siaran TVE yang sejauh ini telah dimanfaatkan, yaitu sebagai berikut:

a. Pemanfaatan Program Siaran TVE sesuai dengan Jadwal Siaran TVE (Pemanfaatan Siaran TVE secara langsung). Dimana agar pembelajaran selaras dengan jam tayang TVE, maka guru mendownload jadwal tersebut dari situs TVE di internet, atau melalui situs pencari (misal: Google). Selain itu, guru dapat merelay siaran dari TVRI, karena TVE telah melakukan kerjasama dengan stasiun TVRI, program TVE yang ditayangkan adalah diprioritaskan pada mata pelajaran matematika, bahasa Indonesia, dan bahasa Inggris untuk peserta didik SMP dan MTs.

b. Pemanfaatan Siaran TVE sebagai Penugasan. Berdasarkan jadwal tayangan siaran TVE yang ada, guru menugaskan para peserta didiknya untuk mengikuti tayangan siaran TVE tentang mata pelajaran tertentu pada waktu tertentu. Peserta didik dapat melaksanakan tugas ini di sekolah atau di rumah, baik secara perseorangan maupun dalam bentuk kelompok kecil. Untuk membantu pelaksanaan tugas ini, guru hendaknya memberikan format laporan hasil penugasan disertai penjelasan seperlunya. Guru juga menginformasikan batas waktu penyerahan hasil pelaksanaan tugas dan cara-cara penyajiannya di kelas. Pada hari dan waktu yang telah ditetapkan, guru meminta para peserta didiknya untuk manyajikan hasil tugas yang telah dikerjakan di hadapan teman sekelasnya. Peserta didik yang belum mendapat kesempatan untuk menyajikan hasil tugasnya, berperan untuk mengkaji dan memberikan pendapat, tanggapan atau komentar. Melalui aktivitas pembelajaran yang demikian ini, peserta didik dilatih menyusun bahan presentasi, memberikan pendapat, tanggapan atau komentar, dan sekaligus juga berlatih berdiskusi, dan membuat rangkuman/kesimpulan. Pada akhir kegiatan, guru dapat memberikan arahan atau hal-hal yang dinilai penting untuk pengembangan kemampuan peserta didik.

c. Pemanfaatan Program Siaran TVE sebagai Pengisi Jam Pelajaran Kosong. Apabila guru berhalangan hadir karena sesuatu hal, maka guru piket atau guru serumpun dapat mengisi jam pelajaran kosong yang ada dengan menayangkan siaran TVE. Intinya adalah bahwa peserta didik tetap dapat belajar sekalipun guru mata pelajaran tertentu berhalangan hadir misalnya. Kegiatan pembelajaran tetap dapat berjalan sebagaimana biasanya. Guru piket atau guru serumpun tinggal menyelenggarakan kegiatan pembelajaran mengikuti RPP yang telah disiapkan sebelumnya. Apabila ada hal-hal yang berkembang selama kegiatan pembelajaran berlangsung, guru pengganti (guru piket atau guru serumpun) dapat mencatatnya dan menyampaikannya kepada guru mata pelajaran yang bersangkutan untuk dilakukan tindak lanjut.

D. Model Pemanfaatan TVE dalam Pembelajaran

· Individual

Pemanfaatan sesuai kebutuhan, minat, waktu, dan tempat masing-masing individu

· Kelompok kecil

Pemanfaatan sekelompok siswa

· Klasikal

Pemanfaatan dilakukan secara terpadu dengan kegiatan pembelajaran di kelas

E. Pengaturan Ruangan

ukuran TV

M08

E. Pembelajaran Terintegrasi TVE

Persiapan:

l Jadwal sekolah menyesuaikan siaran

l Persiapan peralatan

l Persiapan ruangan

l Arahan petunjuk mengikuti siaran

Selama Mengikuti Siaran:

l Siswa mengikuti siaran

l Mencatat bagian-bagian penting

l Mencatat bagian yang tidak jelas/ kurang dipahami dan pada akhirnya ditanyakan setelah tayangan berakhir

Setelah Mengikuti Siaran:

l Tanya jawab

l Diskusi

l Mengerjakan soal-soal

l Tes/evaluasi

Tindak lanjut/Penugasan/PR

F. Simpulan dan Saran

Mengacu pada pandangan bahwa anak-anak lebih mudah meniru serta melakukan segala hal yang mereka lihat ketimbang segala hal yang mereka dengar, maka efek positif televisi bagi perkembangan intelektual anak bisa dioptimalkan.

Pembelajaran dengan mempergunakan TVE penting dilakukan, karena dengan mempergunakan tayangan TVE dalam pembelajaran, maka guru dapat terbantu untuk menyampaikan hal-hal yang tidak bisa dibawa guru di kelas karena obyek pembelajaran terlalu kecil , obyek pembelajaran terlalu besar , kendala geografis, berbahaya, informasi dan pengetahuan baru yang sebelumnya tidak pernah didapat guru semasa sekolah ataupun kuliah.

Melalui tayangan siaran televisi seperti tersebut di atas, siswa pada umumnya memperoleh manfaat yaitu semakin luasnya khasanah pengetahuan atau wawasan; pada khususnya memperoleh tambahan pengetahuan di luar yang diperoleh dari gurunya. Mengingat besarnya potensi siaran televisi yang dapat dimanfaatkan untuk kepentingan pembelajaran, maka seyogianya para guru dapat menjadikannya sebagai salah satu sumber belajar dan memanfaatkannya dalam kegiatan belajar-mengajar (KBM).

Pustaka Acuan

AECT. 1986. Satuan Tugas Definisi dan Terminologi AECT Definisi Teknologi Pendidikan. Jakarta: CV. Rajawali.

Anaktototy, Jacob. 2001. Hasil Belajar Pendidikan Jasmani. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional

Departemen Pendidikan Nasional. 2003. Standar Kompetensi Mata Pelajaran Matematika SMP & MTs. Jakarta: Pusat Kurikulum, Balitbang Depdiknas.

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 1983. Teknologi Instruksional. Jakarta: P2LPTK.

Djamarah, Syaiful Bahri. 2002. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: PT Rineka Cipta.

Dwiyanto, Arif Rifai. (2000). Teknologi dan Proses Belajar, sub tema “Knowledge Mobility”. (sumber dari internet: <http://digilib.itb. ac.id/gdl.php?mod=browse&op=read&id=jbptitbpp-gdl-proc-2000-arif-619-knowledge>).

Maolani, Ilam. (2007). Media Pembelajaran. (sumber dari internet: <http://gurupaismaalmuttaqin.blogspot.com/2007/11/media-pembelajaran-rangkuman-mata.html>).

Mulyasa. 2005. Kurikulum Berbasis Kompetensi Konsep Karakteristik, dan Implementasi. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Mulyasa.2005. Menjadi Guru Profesional Menciptakan Pembelajaran Kreatif dan Menyenangkan. Bandung: Remaja Rosdakarya.