Labels

Tuesday, July 18, 2023

Cita Citaku Dahulu
Dulu saat ada orang meninggal di tanah suci... Dikatakan jika mati syahid. Sehingga aku pernah punya cita cita meninggal saat ibadah haji.
Saat baru di Madinah seorang jamaah pria sakit
Koma dan masuk ICU.
Istrinya beberapa kali mengurus ini itu di rumah sakit. Istrinya selalu berduka dan ibadah tidak tenang. Ternyata istrinya tidak masuk grup KBIH. Saat duduk di sebelahku, aku cerita isi pengumuman jika kita harus ini itu dan beliau gak tahu karena gak masuk grup. Beliau cerita yg masuk grup w a hanya suaminya. Sehingga saya lapor ke admin meminta tolong beliau masuk grup. Saya bantu mengurus ini dan itu. Saya juga membimbing berdoa demi kesembuhan suaminya.
Dua Minggu berikutnya ada jamaah lain meninggal. Perempuan. Suaminya kalang kabut mengurus pemakaman. Kita semua berduka. Jika ketemu suaminya kita juga sedih. Mau bercanda juga gak enak. Sedih.
Berikutnya, setelah wukuf di Arofah, mabit di Musdalifah, lalu lempar jumroh, seorang jamaah pria teman kami meninggal. Kami sangat kehilangan karena beliau sosok pemimpin. Kopernya lalu dipulangkan duluan tidak bareng kita. Dititipkan kloter yang lebih dahulu pulang. Di Indonesia, kami dengar, Istrinya sangat duka mendalam. Kita semua juga sedih.
Saat itu saya berfikir
Ternyata meninggal di tanah suci itu memberatkan yang lain. Pengurusannya sulit. Dan keluarga tidak bisa melihat saat terakhirnya, kuburnya juga tidak bisa dikunjungi kerabat. Akhirnya saya nangis nangis istighfar memohon ampun atas doa saya yang ingin meninggal di tanah suci. Bagaimana nanti anak anak saya, bagaimana nanti jika ibu saya mendengar kabar jika saya meninggal. Apakah saya benar benar Sahid jika meninggal di tanah suci mengingat dosa saya terdahulu, sementara jika saya meninggal di tanah suci akan menyisakan duka bagi keluarga di sekitar saya. Bagaimana kakaknya Fiona harus merawat adiknya. Mengurus sekolah Fiona, Fiona juga pasti akan sangat kehilangan. Saya akan menjadi jenazah egois yang tidak memikirkan keluarga saya. Saya nangis nangis memikirkan cita cita saya terdahulu yang ingin meninggal di tanah suci. Saya memohon ampun kepada Allah, agar saya bisa kembali ke tanah air dengan selamat.
Sampai kini teman yg sakit di Madinah juga belum bisa pulang. Kami sudah sampai di Indonesia dan satu masih di Madinah. Sedih.
Saya bersyukur bisa pulang ke tanah air dengan selamat.
Kemarin saya silaturahmi ke rumah teman yang meninggal di tanah suci. Ketemu istri beliau. Saya mengajak dua anak saya. Fiona berkata: enak ma kalau meninggal saat ibadah haji. Mati syahid. Lalu aku bertanya, apa Fiona mau jika mama meninggal saat ibadah haji? Fiona kaget. Dan berkata.. jangan maaaa
Sedikit kisah.

 

Alhamdulillah Tiba di Tanah air 18 Juli 2023


Alhamdulillah, pada tanggal 18 Juli 2023, akhirnya saya kembali ke Tanah Air dengan selamat setelah melaksanakan ibadah haji. Saya berangkat pada 6 Juni 2023, dan selama lebih dari 40 hari perjalanan suci itu, begitu banyak pengalaman berharga yang saya rasakan.

Setiap harinya penuh dengan pelajaran: tentang kesabaran, ketulusan, dan ketundukan kepada Allah. Rasanya luar biasa melihat jutaan umat berkumpul dengan tujuan yang sama, merasakan betapa kecilnya diri ini di hadapan kebesaran-Nya. Ada hari-hari yang melelahkan, ada pula momen-momen haru yang membuat hati terasa begitu dekat dengan Allah.

Perjalanan ini bukan sekadar menyelesaikan rangkaian ritual, tetapi perjalanan batin yang membuka mata, menguatkan jiwa, dan meneguhkan langkah untuk menjadi pribadi yang lebih baik ketika kembali ke rumah.

Alhamdulillah… semua berjalan dengan izin Allah. Semoga keberkahan perjalanan ini terus mengalir dalam setiap langkah kehidupan setelah kembali ke negeri tercinta.

Saturday, July 15, 2023

Doa saat Wada 15 Juli 2025





 

Doa Saat Wada – 15 Juli 2025

Semakin mendekati hari kepulangan, hatiku justru terasa semakin penuh. Ada rasa haru, syukur, tapi juga kekhawatiran yang pelan-pelan menyelinap. Siapa saja yang belum aku doakan? Siapa yang terlewat dari niat baikku selama berada di tanah suci ini?

Dalam kegelisahan itu, aku teringat semua orang yang pernah mengisi langkah hidupku—baik sebentar maupun lama. Maka, di saat-saat menjelang Wada itu, aku sebutkan mereka semua dalam doa.

Semua grup WhatsApp, dari keluarga, sahabat, rekan kerja, komunitas—semua kuingat satu per satu.
Semua teman Instagram, yang sering menyapa lewat komentar atau sekadar memberi like.
Semua teman Facebook, yang mungkin jarang berjumpa tapi tetap tersambung dalam silaturahmi.
Semua pembaca status WA, yang diam-diam mengikuti perjalanan ini tanpa pernah mengatakan apa-apa.

Semuanya aku titipkan dalam doa:
Semoga Allah menjaga mereka, melapangkan rezekinya, menyehatkan raganya, menenangkan hatinya, dan mengabulkan segala hajat baiknya.

Ada ketenangan tersendiri ketika menyadari bahwa doa tak pernah berkurang meski dibagi banyak orang. Justru bertambah luas keberkahannya.

Dan di antara jutaan jamaah, berdiri di hadapan Baitullah untuk terakhir kalinya sebelum pulang, aku berbisik dalam hati:
Ya Allah, Engkau Maha Tahu isi hatiku. Sempurnakanlah semua doa yang mungkin lupa kuucapkan dengan lisan, tapi Engkau tahu niatnya.

Wada kali ini terasa berbeda: penuh cinta, penuh syukur, dan penuh harapan agar doa-doa itu menjadi cahaya bagi semua yang kutitipkan kepada-Nya.

Thursday, July 13, 2023

Sekuter di Masjidil Haram 13 Juli 2023



 


Skuter di Masjidil Haram – 13 Juli 2023

Untuk Tawaf dan Sai bagi Lansia

Pada tanggal 13 Juli 2023, suasana di Masjidil Haram begitu ramai namun tetap teratur. Di tengah lautan jamaah yang beribadah, tampak deretan skuter dan kursi elektrik yang disediakan khusus untuk mempermudah tawaf dan sai bagi para lansia serta jamaah yang memiliki keterbatasan fisik.

Pemandangan itu begitu menyentuh. Para orang tua yang mungkin sudah tidak kuat berjalan jauh tetap dapat melaksanakan rangkaian ibadahnya dengan penuh khusyuk. Dengan bantuan skuter, mereka bisa mengelilingi Ka’bah dan menempuh perjalanan panjang antara Shafa dan Marwah dengan nyaman dan aman.

Petugas pun sigap membantu—mengatur jalur, memastikan keamanan, dan menuntun jamaah yang membutuhkan. Di antara hiruk-pikuk ibadah, ada ketenangan tersendiri melihat bagaimana semua jamaah diberi kesempatan yang sama untuk menyempurnakan rukun haji.

Skuter-skuter itu bukan sekadar alat bantu; mereka adalah bentuk kasih sayang, perhatian, dan kemudahan yang Allah hadirkan melalui fasilitas modern. Melihat wajah-wajah para lansia yang penuh syukur saat mereka berhasil menyelesaikan tawaf dan sai membuat hati ikut hangat.

Hari itu mengingatkan bahwa ibadah tidak diukur dari kekuatan fisik, tetapi dari ketulusan hati dan ikhtiar untuk menyempurnakannya, apa pun caranya.








Tawaf









































 













p